-->

marquee

Saturday, July 24, 2010

Masalah Haid

1. Definisi Haid

Haid adalah darah yang keluar dari rahim dinding seorang wanita apabila telah menginjak masa baligh. Haid ini dijalani oleh seorang wanita pada masa-masa tertentu , paling cepat satu hari satu malam dan paling lama lima belas hari. Sedangkan yang normal adalah enam atau tujuh hari.

Sedangkan paling cepat masa sucinya adalah tiga belas hari atau lima belas hari dan yang paling lama tidak ada batasnya. Akan tetapi, yang normal adalah dua puluh tiga atau dua puluh empat hari.
Apabila seorang wanita hamil, dengan izin Allah darah haid itu berubah menjadi makanan bagi bayi yang tengah berada dalam kandungannya. Oleh sebab itu, wanita yang sedang hamiltidak mengalami masa haid. Setelah melahirkan, dengan hikmah-Nya, Allah merubahnya menjadi air susu yang merupakan makanan bagi bayi yang dilahirkan. Karena itu, sedikit sekali dari kaum wanita menyusui yang mengalami masa haid. Setelah selesai masa melahirkan dan menyusui, maka darah yang ada tidak berubah serta tetap berada pada tempatnya, yang kemudian secara normal kembali keluar pada setiap bulannya, yaitu berkisar antara enam atau tujuh hari (terkadang lebih atau kurang dari hari-hari tersebut).

Dalam menjalani masa haid ini, wanita dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: Wanita yang baru menjalani masa haid, wanita yang terbiasa menjalaninya dan wanita yang mengalami keluarnya darah istihadhah.

2. Wanita yang Baru Menjalani Masa Haid

Yaitu, wanita yang baru pertama kali mengeluarkan darah haid. Ketika itu ia berkewajiban meninggalkan shalat, puasa dan hubungan badan, hingga datang masa suci. Apabila masa haid tersebut telah selesai dalam satu hari atau paling lama lima belas hari, maka ia berkewajiban untuk mandi dan mengerjakan shalat. Apabila setelah lima belas hari darah tersebut masih tetap mengalir keluar, maka ia dianggap mengalami masa istihadhah.

Apabila darah haid itu berhenti disekitar lima belas hari, lalu ia mengalir lagi selama satu atau dua hari, kemudian berhenti lagi seperti semula, maka cukup baginya mandi, lalu ia mengerjakan shalat. Selanjutnya, hendaklah ia meninggalkan shalat pada setiap kali mengetahui darah haid itu mengalir. Wanita yang sedang menjalani masa haid dilarang mengerjakan shalat, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah:
Apabila datang haidmu, maka tinggalkanlah shalat” (Muttaqun Alaih)

3. Wanita yang Biasa Menjalani Masa Haid

Yaitu, wanita yang mempunyai hari-hari tertentu pada setiap bulannya untuk menjalani masa haidnya. Pada hari-hari tersebut ia harus meninggalkan shalat, puasa dan hubungan badan. Apabila ia melihat darah berwarna kekuning-kuningan atau yang berwarna keruhsetelah hari-hari haidnya tersebut, maka ia tidak perlu menghitungnya sebagai darah atau haid. Hal ini sesuai dengan ucapan Ummu Athiyah:

Kami tidak memperhitungkan sama sekali darah yang berwarna kekuning-kuningan atau yang berwarna keruh setelah lewat masa bersuci.” (HR. Al-Bukhari)

Apabila ia melihat darah yang berwarna kekuning-kuningan dan yang berwarna keruh itu pada saat tengah menjalani masa haid, maka darah tersebut termasuk darah haid, sehingga ia belum diharuskan untuk mandi, melaksanakan shalat dan puasa.

Sebagian dari para ulama berpendapat bahwa wanita yang menjalani haid melebihi dari hari yang biasa dijalani setiap bulannya, maka hendaklah ia bersuci selama tiga hari dan setelah itu laksanakan mandi serta kerjakan shalat, selama keluarnya darah tersebut tidak lebih dari lima belas hari. Karena apabila melebihi lima belas hari, maka dikategorikan sebagai wanita yang mengalami masa istihadhah serta tidak perlu bersuci, akan tetapi cukup dengan melaksanakan mandi dan mengerjakan shalat.

Sebagian dari ulama lain berpendapat, bahwa keluarnya darah yang melebihi kebiasaan masa haid itu tidak harus meninggalkan shalat karenanya, kecuali jika terjadi berulang-ulang, dua atau tiga kali. Sehingga pada saat itu, masa haidnya berubah menjadi masa istihadhah. Ini merupakan pendapat yang jelas dan lebih kuat (rajih).

4. Wanita yang Mengalami Istihadhah

Yaitu, wanita yang mengeluarkan darah secara terus-menerus melebihi kebiasaan masa berlangsungnya haid.
Wanita yang mengalami istihadhah harus berwudhu setiap kali akan mengerjakan shalat. Boleh mengerjakan shalat, meskipun darah masih tetap mengalir. Disamping itu, juga tidak dianjurkan untuk berhubungan badan, kecuali pada kondisi yang sangat mendesak. Dalil yang menjadi landasan mengenai masalah ini adalah hadits dari Ummu Salamah:

Bahwa ia pernah meminta fatwa kepada Rasulullah mengenai seorang wanita yang selalu mengeluarkan darah. Maka Rasulullah bersabda: Hitunglah berdasarkan bilangan malam dan hari dari masa haid pada setiap bulan berlangsungnya, sebelum ia terkena serangan darah penyakit yang menimpanya itu. Maka tinggalkanlah shalat sebanyak bilangan haid yang biasa dijalaninya setiap bulan. Apabila ternyata melewati dari batas yang berlaku. Maka hendaklah ia mandi, lalu memakai cawat (pembalut) dan mengerjakan shalat.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’I dengan isnad Hasan)

Hadits di atas ditujukan bagi wanita yang mengalami masa istiha-dhah yang mempunyai kebiasaan masa haid teratur. Di samping ada juga hadits dari Fathimah Binti Abi Jahsyin, dimana ia pernah mengalami masa istihadhah dan Rasulullah bersabda kepadanya:

Jika darah haid, maka ia berwarna hitam seperti diketahui banyak wanita. Jika yang keluar adalah seperti itu, maka tinggalkanlah sholat. Jika yang keluar adalah darah lain (warnanya, yakni darah istihadhah), maka berwudhulah setelah mandi dan laksanakan sholat. Karena darah tersebut adalah penyakit.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’I dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Hadits yang terakhir ini ditujukan bagi wanita yang tidak mempunyai kebiasaan dari masa haid yang teratur atau bagi wanita yang lupa akan masa haidnya yang biasa datang menghampirinya pada setiap bulan, dimana darahnya dapat ia bedakan.

5. Amalan yang Dilarang untuk Dikerjakan bagi Wanita yang Menjalani Masa Haid

a. Shalat
Wanita yang sedang menjalani masa haid dilarang untuk mengerjakan shalat. Hal ini didasarkan pada hadits dari Rasulullah:

“Apabila datang masa haidmu, maka tinggalkanlah shalat.” (Muttafaqun Alaih)
Aisyah ia pernah bercerita:
“Kami pernah menjalani masa haid pada zaman Rasulullah, maka kami diperintahkan mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat.”

b. Puasa
Wanita muslimah yang sedang menjalani masa haid tidak diperkenankan untuk menjalankan ibadah puasa. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah:
“Bukankah salah seorang diantara mereka (kaum wanita) apabila menjalani masa haid tidak mengerjakan shalat dan tidak pula berpuasa? Para sahabat wanita menjawab: Benar.” (HR. Al-Bukhari)
Namun demikian, wanita yang menjalani masa haid berkewajiban mengqadha puasa yang ditinggalkan setelah masa haidnya selesai. Ibnu Mundzir pernah meriwayatkan bahwa wanita yang tengah menjalani masa haid berkewajiban mengqadha puasa.

c. Membaca Al-Quran
Bagi wanita yang menjalani masa haid diperbolehkan membaca Al-Quran, akan tetapi tidak boleh menyentuh mushafnya. Disamping itu ada pula hadits yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dari Ibnu umar, yang berstatus sebagai hadits marfu’:

“Wanita yang tengah menjalani masa haid dan juga yang sedang dalam keadaan junub tidak boleh sama sekali membaca Al-Quran.” (HR. At-Tirmidzi)

Di dalam sanad hadits ini terdapat seorang perawi yang bernama Ismail bin Iyyas. Hadits ini telah disebutkan oleh Al-Aqili di dalam kitabnya yang berjudul Adh-Dhu’afa Al-Kabir. Ia berkata: Telah diberitahukan kepada kami oleh Abdullah bin Ahmad, ia mengatakan: Aku pernah mengemukakan sebuah hadits kepada ayahku, bahwa kami diberitahu oleh Al-Fadhal bin Ziyad Ath-Thasti, ia mengatakan: Kami telah diberitahu oleh Ismail bin Iyyas dari Musa bin Uqbah, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, dari Nabi, dimana beliau bersabda:
“Wanita yang tengah menjalani masa haid dan junub tidak boleh sama sekali membaca Al-Quran.”
Lalu ayahku berkata: “Hadits ini tidak dapat diterima, karena Ismail bin Iyyas merupakan perawi yang ditolak.”

d. Menyentuh Al-Quran

Diharamkan bagi wanita yang sedang haid menyentuh Al-Quran. Hal ini didasarkan pada firman Allah:
“Tidak menyentuhnya (Al-Quran), kecuali hamba-hamba yang disucikan.” (QS. Al-Waqiah: 79)
Juga sabda Rasulullah:
“Janganlah kamu menyentuh Al-Quran kecuali dalam keadaan suci.” (HR. Al-Atsram)

e. Berdiam diri dalam masjid
Wanita yang sedang haid tidak boleh berdiam diri di dalam masjid, dan diperbolehkan jika hanya sekedar berlalu saja.

f. Thawaf

Wanita muslimah juga diharamkan melakukan thawaf jika sedang menjalani masa haid, sebagaimana sabda Nabi kepada Aisyah:
“Kerjakanlah sebagaimana orang yang menjalankan ibadah haji, kecuali kamu tidak boleh melakukan thawaf di Ka’bah, sehingga kamu benar-benar dalam keadaan suci.” (Muttafaqun Alaih)

g. Berhubungan badan
Seorang istri Muslimah yang sedang haid tidak diperkenankan bersetubuh selama hari-hari menjalani masa haidnya, sebagaimana firman Allah:
“Karena itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari mereka pada waktu haid dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka benar-benar suci.” (Al-Baqarah: 222)

h. Thalak
Menthalak istri yang sedang haid adalah haram. Karena, pelaksanaan thalak semacam ini disebut sebagai thalak bid’ah.